Selasa, 24 Maret 2015

Ritual Kematian Dari Budaya Aceh


Pendahuluan
Setiap kebudayaan yang dibicarakan seiring dengan agama, bermakna bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia sebagai makhluk, sedangkan agama adalah sesuatu yang diberikan Allah. Perbedaan konseptual yang sebenarnya belum dapat dikompromikan, meskipun dapat saja dikatakan bukankah yang percaya kepada Tuhan itu juga manusia.
Apabila agama dan kebudayaan berada dalam analisis yang berbeda, maka kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, harus disadari bahwa masyarakat adalah hasil konseptualisasi, bukan realitas sesungguhnya. Secara konseptual masyarakat muncul karena kumpulan individu-individu dan masyarakat kemudian menghasilkan simbol-simbol.
Kebudayaan Islam mempunyai dua aspek. Pertama, simbol-simbol yang terpancarkan dari ajaran agama yang abadi dan universal kepada para penganutnya.. Agama yang abadi dan universal itu kemudian memberikan jembatan antara ajaran dengan kesadaran dan membebaskan manusia secara spiritual dan intelektual dari keterikatannya pada tempat, waktu, dan struktur objektif yang mengitarinya. Dengan demikian, kebudayaan Islam adalah usaha penterjemahan agama ke dalam konteks zaman dan lokalitas. Aspek kedua, agama adalah sebagai inspirasi kultural dan estetik. Ajaran agama yang diwahyukan adalah wilayah intelektual dan spiritual yang terbatas. Ada wilayah yang menjadi rahasia Tuhan dan wilayah yang dapat dimasuki oleh manusia. Dari inspirasi kultural dan estetik itu muncul berbagai budaya.
Berkaitan dengan studi yang berkaitan dengan masyarakat Islam, dapat didekati dari tiga sudut pendekatan yang setiapnya menampilkan wujud Islam dalam gambar yang berbeda. Ketika pendekatan itu dikenal dengan Islam Normative, Islam Interpretatif, dan Islam Practice. Islam normative adalah sebagaimana yang dirinci dalam Alquran dan Hadist. Islam interpretative yang difahami dan diinterpretasikan oleh para ulama Islam terhadap Alquran dan Hadist. Sementara Islam practice sebagaimana terwujud dalam dalam bentuk prilaku umat Islam, baik aktivitas sehari-hari maupun aktivitas budaya umat Islam.
Dalam kerangka metodologi Antropologi melihat prilaku ritual dan aktivitas budaya umat Islam. Apa makna yang dapat difahami dari seluruh simbol-simbol dari upacara budaya umat Islam. Data-data yang diperoleh diinterpretasikan dan mengkonstruksikan data tersebut ke dalam makna-makna khusus.
Demikian halnya yang terjadi pada salah satu upacara masyarakat Islam di Aceh terutama di pantai selatan dan barat, yaitu upacara kematian. Secara normativ, upacara itu hanya meliputi empat hal, yaitu memandikan, menkafankan, mensalatkan, dan menguburkan. Namun kemudian berkembang menurut zaman, situasi dan kondisi. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba melihat, sejauhmana pengaruh interpretatif dan praktis terhadap upacara tersebut. Selanjutnya berusaha melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan untuk memaknai dan interpretasi terhadap upacara tersebut. Masih relevankah dengan situasi dan kondisi masa kini serta adakah melakukan refungsionalisasi terhadapnya.

Deskripsi dan Analisis Upacara
Upacara kematian adalah seperangkat upacara yang dilakukan mulai orang meninggal hingga proses penguburan. Kegiatan-kegiatan itu mulai dari meninggal, membuat keranda, membuat kafan, memandikan mayat, dan penguburan mayat di kuburan.
Suatu kebiasaan pada masyarakat Aceh apabila seseorang sedang mengalami sakit parah maka semua kerabat diberitahukan supaya dapat menjenguknya sebelum ia meninggal. Apabila tidak diberitahukan akan terjadi ketidakharmonisan dalam hubungan keluarga, karena seakan-akan oleh keluarga yang mengalami musibah itu tidak menghiraukan kerabatnya.
Apabila orang sakit parah itu sedang menghadapi maut (sakratul maut), ahli famili yang duduk di sekelilingnya geu peu entat (mengantarkan) dengan membisikkan ucapan Lailahaillallah pada telinga orang yang sedang menghadapi maut. Hal itu dilakukan karena masyarakat Aceh menganggap bahwa kalimat itu didengar dan diikuti oleh orang yang sedang menghadapi mati walaupun tidak kedengaran. Apabila seseorang yang mati dengan mengucapkan kalimat Lailahaillallah maka ia mati sebagai seorang muslim dan masuk surga, sehingga geu peu entat itu merupakan keharusan bagi masyarakat Aceh. Selain dengan kalimat Lailahaillallah, kadang kala juga dilakukan dengan dengan pembacaan Surat Yasin dalam Alquran. Hal itu dimaksudkan apabila yang sakit itu belum ajal maka akan disegerakan sembuhnya dan sebaliknya apabila yang sakit itu sudah ajalnya maka akan disegerakan dan meninggal dengan selamat. Setelah seseorang diyakini meninggal, maka mayat tersebut diletakkan di atas suatu tempat dan ditutup dengan kain panjang.
Selanjutnya, salah seorang dari keluarganya datang memberitahukan yang pertama-tama kepada teungku imam yang ada di kampung kemudian kepada semua kerabat baik yang dekat maupun yang jauh. Pemberiatuan kepada masyarakat gampong dilakukan oleh teungku meunasah atau orang lain dengan memukul tambur sesuai dengan irama dan jumlah pukulan menurut kebiasaan. Bunyi tambur untuk orang yang meninggal biasanya pukulan tambur sampai 7 ronde, yaitu ronde pertama sebanyak tiga kali pukul, kemudian berhenti, kemudian dipukul lagi tiga kali sampai dengan pukulan yang ketujuh. Apabila masyarakat gampong mendengar yang demikian, mereka berbondong-bondong datang ke rumah di tempat orang yang mati tersebut.
Setelah mereka berkumpul, seakan-akan aktivitas diambil alih oleh teungku meunasah dan geucik. Tuan rumah hanya bertanggung jawab di bidang material yang dibutuhkan dalam kegiatan itu. Pada saat itulah teungku meunasah dan geucik mendistribusikan pekerjaan kepada warga gampong. Anak-anak muda dikerahkan menggali kuburan, anak-anak perempuan dikerahkan mengangkut air mandi mayat, orang yang lebih tua dikerahkan untuk membuat keureunda (peti mayat) dan kafan.
Persiapan-persiapan yang dibutuhkan terutama kain kafan, papan keureunda, kikisan kayu cendana, kemeyan, kapur barus, minyak wangi, dan jenis bunga-bungaan yang harum. Hal itu dimaksudkan supaya mayat tersebut menjadi wangi dan harum, yang akan menghadap sang penciptanya. Acara memandikan mayat, buat keureunda, dan kafan sering dilakukan serentak dengan cara pembagian tugas pada warga gampong. Masyarakat Aceh berkeyakinan bahwa mempercepat penguburan mayat adalah lebih utama.

Mandi Jenazah
Acara mandi mayat dilakukan di rumah orang yang meninggal, walaupun berjauhan dengan sumur atau sungai untuk mengambil air. Kalau acara mandi tidak dilaksanakan di rumah, suatu keayiban pada kerabat yang ditinggalkan, seakan-akan tidak begitu perhatian terhadap orang yang meninggal. Bagi rumah yang berjauhan dengan sungai atau sumur maka dikerahkan tenaga anak-anak muda untuk mengangkut air, biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh anak-anak perempuan. Akan tetapi rumah-rumah di gampong pada umumnya mempunyai sumur dekat rumah.
Setelah persiapan-persiapan mandi disiapkan, maka teungku membaca doa sambil meremas-remas air ramuan yang disebut dengan air sembilan. Kemudian air diambil dengan baskom, lalu dituangkan oleh teungku kepada mayat dengan sangat perlahan-lahan, agar tubuh mayat tidak terasa sakit atau terkejut. Sebagian masyarakat Aceh beranggapan walaupun mayat sudah meninggal tetapi ia masih merasa, selain itu juga diyakini bahwa menyakiti orang yang sudah meninggal sama dengan menyakiti ketika ia masih hidup.
Anggota yang memandikan mayat terdiri atas kaum kerabat ditambah dengan teungku. Apabila yang meninggal itu seorang perempuan maka yang memandikan mayat itu semuanya perempuan. Setelah mayat dimandikan dengan air biasa, kemudian teungku mengambil air sembilan yang berisi ramuan-ramuan terutama jeruk purut dan lain-lain ramuan yang wangi lalu disiram pada tubuh mayat sebanyak sembilan kali. Oleh sebab itu disebut dengan air sembilan. Setelah itu mayat kembali disiram dengan air biasa.
Apabila kematian terjadi pada malam hari, dengan sendirinya orang berjaga sampai pagi hari, dalam hal itu yang meninggal itu diberi senjata untuk melawan jin-jin jahat berupa sebuah pisau kecil diletakkan di bawah bantalnya, dan orang-orang yang berjaga di dekatnya, sementara sebuah lampu dinyalakan di dekatnya. Penjagaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai mayat disentuh oleh seekor kucing, sebagian masyarakat menganggap, apabila mayat tersentuh kucing, roh yang mati akan menjelma menjadi hantu.

Kafan
Apabila mayat sudah dimadikan, kafan pun sudah disiapkan. Bagi orang yang mampu kain kafan itu sampai tujuh lapisan, dan bagi yang biasa hanya sampai tiga lapis saja. Kafan itu terdiri atas baju, celana, dan kain pinggang, kemudian ditambah dengan tiga buah bantal yang diisi dengan daun belimbing. Bantal itu diletakkan di kepala, pinggang dan di bagian lutut. Bantal itu berfungsi sebagai penahan agar mayat dalam keureunda tidak goyang atau terbalik.
Bentuk atau model kafan yang dipotong itu, tidak dijahit seperti menjahit celana biasa, melainkan dengan cara membentuk saja menyerupai celana, baju dan kain pinggang dengan cara memotong dengan gunting pada ujungnya, kemudian dikoyak dengan tangan. Pengoyakan dengan tangan itu memang suatu kebiasaan membuat kafan bukan berarti tidak dapat dipotong dengan gunting. Setelah kafan dikenakan pada tubuh mayat, lalu diikat dengan tali. Tali pengikat itu khusus dirobek dari pinggiran kain kafan tadi, bukan dengan tali lain.

Salat Jenazah
Setelah mayat selesai dibungkus dengan kain kafan, seterusnya mayat itu dimasukkan ke dalam keureunda (peti mayat). Keureunda yang telah berisi mayat, kemudian dibungkus dengan kain panjang. Setelah peti mayat itu dibungkus dengan kain, lalu peti mayat itu diusung bersama-sama ke meunasah atau mesjid untuk disalatkan, apabila jauh dengan meunasah atau mesjid, akan disalatkan di rumah. Anggota pengusung itu biasanya oleh kaum kerabat dari orang yang meninggal. Selain itu, dibantu pula oleh warga gampong, sedangkan yang lainnya mengikuti dari belakang.

Setelah sampai ke mesjid atau ke meunasah, mayat diletakkan di muka sekali dengan posisi kepala mayat ke sebelah utara dan kaki ke sebelah selatan.
Acara shalat jenazah dipimpin oleh teungku imeum dan diikuti oleh para jamaah lainnya. Kadang-kadang oleh teungku menanyakan terlebih dahulu pada keluarga yang meninggal, kalau ada di antara anggota keluarga itu untuk menjadi imam. Setelah shalat mayat selesai adakalanya memberi sedekah kepada orang yang ikut shalat mayat dan terkadang hanya kepada teungku saja.

Penguburan
Setelah jenazah siap untuk dikuburkan, maka pelaksanaannya harus segera dilakukan. Mayat diusung bersama-sama ke kuburan. Orang-orang yang mengusung terdiri atas keluarga yang meninggal, biasanya mengusung bagian kepala dan kaki, kemudian dibantu oleh para warga gampong. Pengunjung yang lain mengikuti dari belakang hingga ke kuburan. Di kuburan telah ditunggu oleh mereka yang menggali kuburan tadi. Mereka itu terdiri atas anak-anak muda gampong, yang dipimpin oleh seorang tua.
Setelah sampai ke lokasi kuburan, usungan mayat diletakkan di pinggir lubang kubur. Kemudian mayat diangkat dengan perlahan-lahan sambil dipayungi, terus dimasukkan ke dalam kubur. Semua ikatan bungkusan mayat tadi dilepaskan. Tindakan itu dilakukan karena ada di antara masyarakat beranggapan bahwa apabila mayat tidak dibuka ikatannya maka roh dari mayat itu akan menjadi burong punyot (syaitan berbalut).
Setelah mayat dimasukkan ke dalam kubur dan ikatan dari bungkus mayat yang diikat dari kafan tadi dilepas semua maka teungku dengan mengucapkan bissmillah... sambil mengambil tanah satu genggam kemudian menjatuhkan ke dalam kuburan dengan perlahan-lahan sekali. Kemudian baru diikuti oleh orang lain untuk menimbun lubang kuburan itu dengan cara perlahan-lahan pula. Hal itu dilakukan demikian sebagai penghormatan kepada mayat. Selain itu, juga agar tubuh mayat jangan terasa sakit dengan benturan tanah.
Setelah kuburan ditimbun dengan baik dan rapi dengan sedikit gundukan tanah, lalu diberi tanda di kepala dan bagian kaki dengan pohon tertentu, biasanya pohon jarak dan pohon pudeng atau yang lainnya, sebagai tanda bahwa di tempat itu sudah ada kuburan atau sebagai tanda jangan bertukar dengan kuburan lain, tanda itu masih bersifat sementara sebelum diganti dengan batu nisan.
Selanjutnya, di atas kuburan disiram dengan air campur bunga dan jeruk purut oleh teungku sebanyak tiga kali dari posisi kepala ke kaki. Penyiraman itu dilakukan sebagai isyarat bahwa mayat itu sangat haus dan perlu diberi minum, dan isyarat lain sebagai komando untuk membangunkan roh agar si mati tahu bahwa ia telah mati. Kemudian teungku menyuruh hadirin untuk duduk berdekatan atau berkeliling kuburan, lalu teungku membaca doa talkin.
Kemudian teungku membaca talkin, lalu teungku melanjutkan dengan membaca doa selamat dan penutupan atas penguburan mayat dan kepada hadirin diminta untuk menadahkan tangan ke atas sambil menyebut dengan sahutan amiin. Setelah itu mereka pun pulan ke rumah masing-masing.
Setelah selesai acara penguburan mayat, keluarga yang ditinggalkan biasanya menyiapkan suatu tempat khusus yang dihiasi dengan belbagai perangkat tidur yang diperuntukkan kepada roh orang yang sudah meninggal. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa roh orang yang sudah meninggal itu masih kembali dan mengunjungi rumahnya, sehingga perlu disiapkan tempat seperti itu sebagai perlambang juga bahwa ia telah meninggal.

Geumunjong
Suatu kebiasaan bahkan sudah menjadi suatu keharusan bagi masyarakat, apabila seseorang meninggal, maka orang lain akan berkunjung ke rumah orang yang meninggal tersebut. Hal itu dilkakukan sebagai rasa kebersamaan dan ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang yang terkena musibah.
Dalam kunjungan tersebut, biasanya orang memberi uang, atau beras menurut kemampuan masing-masing. Acara geumunjong itu juga dimanfaatkan sebagai ajang ukhuwah untuk saling mengunjungi. Tuan rumah biasanya hanya memberi air minum berupa teh manis, kopi atau air putih.

Kenduri
Setelah selesai upacara penguburan mulai dari hari pertama sampai dengan hari keenam mayat dalam kuburan, upacara-upacara yang dapat digolongkan besar tidak diadakan. Dalam waktu-waktu itu acara hanya sekedar dilakukan untuk memberi makan seorang atau beberapa orang pengikut teungku yang melakukan samadiah setelah salat maghrib selama enam hari. Pemberian makan itu dilakukan sebagai ganti memberikan makan kepada orang yang telah meninggal, karena sebelum hari ketujuh dianggap roh orang mati itu masih tetap di rumah, bersama keluarganya.
Adakalanya dalam waktu-waktu sebelum hari ketujuh itu diadakan pula samadiah, tergantung permintaan dari keluarga yang meninggal. Pada malam pertama sering dihidangkan dengan ie bu puteh (air nasi putih) semacam dodol yang putih warnanya dibuat dari tepung. Pada malam ketiga dengan kue pampi (kue bugis), malam keempat dengan cingkhui sejenis lontong, dan malam kelima dengan kue putro manou (tepung bentuk bulat).
Sebelum kenduri ketujuh tiba, keluarga yang meninggal sudah tampak sibuk menyediakan persiapan-persiapan. Persiapan itu dapat dibagi atas dua macam, yaitu persiapan ringan berupa kue-kue dan persiapan untuk makan. Apabila kenduri tujuh dilakukan secara besar terutama bagi orang yang mampu biasanya ia menyembelih kambing bahkan kerbau pada siang harinya. Apabila pada hari ketujuh itu tidak dilakukan upacara kenduri, masyarakat banyak membincang bahwa seakan-akan keluarga orang yang meninggal tidak menghiraukan orang yang sudah meninggal bahkan dianggap sama seperti hewan yang mati.
Pada malam yang ketujuh semua kerabat dan tetangga yang berdekatan datang menghadiri upacara malam ketujuh. Para kerabat biasanya membawa bahan-bahan mentah berupa beras, kelapa, dan sayur-sayuran, gula, uang, dan lainnya. Kerabat biasanya sudah terlebih dahulu datang sebelum malam ketujuh, untuk membantu pelaksanaan upacara. Sedangkan tetangga dan masyarakat lainnya membawa aneka kue bagi perempuan dan gula oleh orang laki-laki.
Setelah semua tamu datang, teungku mulai memimpin upacara yang didahului dengan samadiah. Biasanya upacara itu berlangsung dalam waktu yang lama samapai dua atau tiga jam. Semua peserta turut mengikuti pembacaan samadiah. Mula-mula dibaca oleh teungku, kemudian diikuti oleh peserta. Peserta mengikuti upacara itu dengan penuh khidmat sambil mengharapkan agar pembacaan samadiah diterima oleh Allah dan berpahala, juga dapat mengampuni dosa-dosa yang pernah diperbuat selama yang meninggal masih hidup di dunia.
Setelah pembacaan samadiah selesai, upacara dilanjutkan dengan acara makan kenduri. Adakalanya makan kenduri itu dilakukan sebelum pembacaan samadiah, hal itu tergantung kepada kesepakatan antara tamu dengan keluarga orang yang meninggal. Kalau acara makan kenduri diadakan sebelum pembacaan samadiah, maka setelah pembacaan samadiah disajikan dengan acara minum dan makan kue-kue.
Selesai acara pembacaan samadiah, acara terus dilangsungkan dengan pembacaan Alquran. Peserta terdiri atas orang-orang yang sanggup membaca Alquran dengan lafal dan irama yang baik. Acara dipimpin oleh teungku, setelah teungku membaca pertama, kemudian diikuti oleh peserta lainnya yang duduk di sebelah kanan teungku, dan terus bergiliran menurut tempat duduk. Posisi duduk biasanya melingkar maka acara pembacaan pun terus berlingkar hingga selesai acara. Adakalanya, pembacaan ayat Alquran terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan samadiah.
Apabila acara pembacaan Alquran sudah selesai, maka teungku menutup acara dengan pembacaan doa. Para peserta lainnya menadah tangan ke atas sambil menyebutkan amiiin. Ketika pembacaan doa hampir selesai, salah seorang anggota keluarga bangun memberikan sedekah, biasanya dimasukkan ke dalam kantong baju peserta. Banyaknya jumlah uang yang disedekahkan itu tergantung pada kemampuan keluarga yang meninggal.
Kenduri dan sedekah yang diberikan kepada tamu itu mempunyai tujuan agar mendapat pahala dan sebagai pemberian kepada roh yang meninggal. Karena ada di antara masyarakat yang beranggapan bahwa roh orang yang meninggal itu sebelum 40 hari masih selalu mengunjungi rumahnya. Oleh sebab itu kepada roh itu perlu diberi makan. Jadi semua pemberian kepada tamu sebagai ganti memberikan kepada orang yang sudah meninggal.

Pula batee
Pada hagi harinya, anggota keluarga bersama seorang teungku mengunjungi kuburan dengan maksud melakukan upacara pula batee (menanam batu nisan) dan menabur batu putih di atas kuburan. Setelah itu, dilakukan upacara siraman, yaitu menyiram di atas kuburan sebanyak tiga kali dengan air ramuan wewangian yang sudah disiapkan. Upacara menanam batu nisan dan siraman dipimpin oleh teungku, setelah teungku menanam batu nisan, lalu membaca doa, bagi orang yang mampu akan memberi sedekah seadanya. Selain itu, juga sudah disiapkan nasi ketan untuk dibagikan di kuburan termasuk kepada teungku.
Setelah selesai upacara kenduri ketujuh, upacara baru dilakukan lagi pada hari keempatbelas yang disebut dengan kenduri duaseun tujuh, kenduri keempat puluh dan seterusnya, tergantung kemampuan keluarga yang ditinggalkan. Maksud upacara itu sama seperti upacara-upacara sebelumnya, yaitu untuk menghormati roh orang yang sudah meninggal karena dianggap roh orang yang sudah meninggal masih mengunjungi rumah bersama keluarganya.

Refungsionalisasi dan Reinterpretasi Upacara Tradisional
Pengembangan kebudayaan harus diarahkan untuk memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan dalam segenap dimensi kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara serta ditujukan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
Kebudayaan lokal di daerah harus dikembangkan dan diberdayakan guna menunjang pembangunan daerah. Pengembangan kebudayaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia baik yang bersifat materi, etis, maupun estetis. Pengembangan kebudayaan merupakan bagian dari upaya bangsa dalam menghadapi globalisasi dan mengantisipasi masa depan dengan segala masalah dan tantangannya. Warisan budaya masa lalu tetap penting dan bermakna, namun harus ditambah dengan nilai-nilai baru secara kreatif dan disesuaikan relevansi zaman. Pengembangan kebudayaan juga diarahkan pada keutuhan pandangan guna membentung munculnya perpecahan dan kontradiksi di kalangan masyarakat yang pluralistik.
Nilai-nilai budaya yang perlu dipertahankan dalam pembangunan adalah nilai budaya yang berorientasi ke masa depan, seperti hidup hemat, berhati-hati, bersih, dan bersemangat. Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan dan kekuasaan alam, misalnya inovasi teknologi sesuai dengan lingkungan dan potensi alam. Nilai budaya yang memandang tinggi hasil karya manusia, yaitu motivasi untuk berbudaya kreatif dan produktif, serta berkarya sendiri. Nilai budaya yang mendorong pada kemandirian, percaya diri, untuk mencapai sesuatu keberhasilan yang tinggi. Nilai budaya yang mengembangkan tanggung jawab bersama sehingga mau berpartisipasi, bergotong royong, toleransi, dan mau hidup berdampingan. Selanjutnya, nilai-nilai dasar yang perlu dikembangkan adalah nilai-nilai yang menitikberatkan pada perjuangan kelayakan hidup, yaitu pengemban nilai-nilai ekonomi agar terlepas dari kemiskinan. Nilai-nilai yang mempertahankan jati diri atau mempertahankan keberadaan, yaitu ingin menciptakan masyarakat yang makmur dan adil. Nilai yang berhubungan dengan wawasan kebangsaan, terutama dalam menghadapi dunia yang semakin terbuka, budaya inovatif, kreatif, dan produktif. Nilai yang melindungi kehidupan yang bersama yang plural, yaitu solidaritas, keadilan dan pemerataan. Nilai ekonomi yang mengimbau terjadinya persaingan yang sehat dalam dunia global, inovatif, menciptakan nilai-nilai baru. Nilai aman, damai, tentram, yang menciptakan kondisi membangun yang cepat dan terkenal kembali. Nilai berinteraksi dengan lingkungan, demi kelestarian potensi alam sehingga ada rasa bertanggung jawab terhadap generasi yang akan datang.
Untuk itu, budaya daerah khususnya upacara kematian yang ada di masyarakat perlu ditinjau kembali, apakah upacara itu masih relevan dengan zaman yang semakin kompleks, seperti dari segi waktu, tenaga, hemat dan kebersihan. Hal itu dapat kita perhatikan, misalnya upacara kenduri yang dilakukan selama beberapa hari ; sangat menyita waktu dan tenaga, serta biaya. Bagi orang yang tidak mampu sekalipun kadangkala memaksakan diri untuk melakukan upacara kenduri bahkan dengan meminjam sana-sini bahkan dengan menjual harta yang ada. Setelah acara itu selesai, selain hartanya sudah habis juga harus menanggung beban hutang. Padahal biaya dan harta tersebut dapat digunakan sebagai modal usaha dan biaya hidup keluarga yang ditinggalkan.
Pelaksanaan upacara yang menghabiskan waktu berhari-hari juga sangat merugikan, yang mestinya dapat melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu, upacara yang menghabiskan biaya dan waktu secara berlebihan sudah perlu dipikirkan, apalagi pada zaman yang sangat menghargai waktu tentu sangat sia-sia menghabiskan waktu pada kegiatan yang tidak begitu esensial. Begitu juga halnya dengan nilai hidup bersih, dapat kita perhatikan bahwa makanan yang diolah di tempat upacara kematian itu masih kurang memperhatikan segi kebersihan dan kesehatan.
Prosesi acara yang dianggap skral tersebut sebenarnya dapat direfungsi dan interpretasi dengan tidak merubah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Bali. Di Bali, sesuatu yang dianggap sakral dapat dipropan dan disemipropankan untuk dikonsumsikan sebagai hiburan kepada masyarakat umum.

Penutup
Upacara adalah tata nilai yang diyakini, namun nilai-nilai itu tidak berarti bersifat tetap, tetapi dinamis. Nilai-nilai upacara dapat dikembangkan dan ditafsirkan sesuai dengan realitas yang dihadapi. Upacara yang merupakan bagian dari tata cara kehidupan sosial yang merujuk pada realitas sosial masa lalu. Tentu gambaran dan penafsiran yang dilakukan saat itu belum tentu dapat diterapkan lagi untuk kondisi sosial saat ini yang berbeda dan jauh lebih kompleks karena perkembangan masyarakat. Proses reinterpretasi adalah sebuah keharusan tanpa harus meninggalkan nilai-nilai fundamental. tetapi dinamis dan dapat diinterpretasi terus-menerus tanpa kehilangan maknanya yang konstan. Tanpa reinterpretasi, upacara akan menempati posisi yang sama dan selalu terlibat ketegangan dengan perkembangan zaman.
Setiap fenomena sosial dan individual dapat dilacak akar permasalahannya, memang patut dipertanyakan kembali posisi dan fungsi upacara dalam kehidupan masyarakat. Apabila agama telah menjadi standard dan sumber pandangan hidup pemeluknya, tetapi mengapa fenomena sosial dan individual yang dijumpai banyak yang tidak mencerminkan nilai-nilai agama karena belum tentu juga bahwa fenomena sosial dan individual tersebut merupakan pencerminan religius masyarakat.
Arus perubahan tetap berjalan, upacara tradisional hanya menjadi tempat pelarian yang perkembangannya kemudian memposisikan diri berhadapan dengan perkembangan kebudayaan. Kondisi seperti itu tidak mungkin terus dibiarkan berlangsung karena akan mengakibatkan kerugian kemanusiaan dalam kehidupan beragama dan berbudaya. Tanpa adanya perubahan upacara akan mengasingkan manusia dan ditinggalkan manusia dari kenyataan hidup yang semakin kompleks.




#sumber referensi

Ritual Kelahiran Dari Budaya Aceh


Pendahuluan
Penting untuk kita ingat dan kita catat bahwa strukturalisme adalah suatu paradigma dalam antropologi seperti yang telah dikemukakan oleh Levi-Strauss. Ada beberapa pemikiran teori yang juga dapat membangun pemahaman struktural menurut fokus perhatian dan arah yang berbeda. Tentu dalam hal ini kita harus kembali menyinggung konstribusi besar dari Emile Durkheim, Marcell Mauss, Ferdinand de Saussure dan ahli linguistik Swiss yang mengembangkan pendekatan struktural dalam bahasa.
Pusat perhatian lain yang penting dalam strukturalisme adalah ritual. Fungsionalis seperti Malinowski dan Radcliffe-Brown mengadopsi pernyataan Durkheim bahwa agama merefleksikan struktur dari sistem sosialnya dan fungsi untuk memelihara sistem tersebut dari masa ke masa.
Variasi mite-mite sebagaimana yang dituturkan oleh orang-orang di sekitar dipandang dapat mencerminkan perbedaan-perbedaan sistem-sistem sosial mereka. Sistem politik yang terpusat diasosiasikan dengan keyakinan pada Tuhan Yang Maha Tinggi, yang kurang memiliki makhluk-mahkluk yang lebih rendah sebagai perantara dirinya dengan manusia biasa. Sistem tersebut tidak tersentralisasi namun akan diasosiasikan dengan agama-agama di mana terdapat sejumlah dewa dengan status yang setara. Secara khusus, masyarakat yang berasaskan garis keturunan (lineage-based) seperti masyarakat Nuer dan Tallensi dapat dikaitkan dengan pemujaan nenek moyang.
Di Eropa, para antropolog yang lebih dekat hubungannya dengan Durkheim mengikuti proposisi bahwa suatu sistem kepercayaan dalam kebudayaan memiliki logika internal yang memberikan makna bagi tindakan ritual. Seperti halnya aliran Inggris, mereka bereaksi terhadap penulis-penulis sebelumnya yang menafsirkan adat sebagai survival dari yang dianggap tahap-tahap sebelumnya dalam evolusi sosial manusia.
Antropolog Inggris berpendapat bahwa kehadiran setiap adat seharusnya dijelaskan dalam konteks efek kontemporernya terhadap sistem sosial. Para penulis seperti Hertz (1960 dan van Gennep 1960 berpendapat bahwa makna setiap adat harus diangkat dideduksi dari tempatnya dalam struktur kognitif. Dalam tulisannya, The Preeminence of the right hand. Hertz, mendokumentasikan suatu kecenderungan umum di antara banyak kebudayaan untuk mengasosiasikan tangan kanan dengan kekuatan dan keteraturan, sementara tangan kiri dengan kekacauan dan kelemahan. Ia menyimpulkan bahwa oposisi struktural antara kanan dan kiri bermakna bagi oposisi yang lebih umum antara benar dan salah. Ia menganggap hal ini sebagai satu kasus kecenderungan umum bagi kebudayaan primitif untuk berpikir dalam oposisi dualistik. Dalam konteks biologi suatu kecenderungan statistik bagi banyak orang yang menggunakan tangan kanan dominan akan lebih benar daripada yang menggunakan tangan kiri ditransformasikan oleh kebudayaan ke dalam oposisi mutlak yang terisi oleh makna dalam suatu upacara. Upacara yang berkembang dalam masyarakat telah menjadi kebutuhan dan dijadikan sebagai kegiatan ritual dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam wacana ini penulis ingin mengemukakan upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Aceh dalam menyambut kelahiran anak pertama. Kelahiran manusia dapat dijelaskan dengan pengertian akan kelahiran subtansi-subtansi infrahuman yang dianggap materil bagi kelangsungan kehidupan bermasyarakat.

Perspektif Antropologi Terhadap Upacara
Upacara merupakan rangkaian kegiatan ritual masyarakat, dalam buku the Rites of Passage (van Gennep) berpendapat bahwa kejadian dalam kehidupan manusia terbagi atas tiga bagian. Ia yakin terdapatnya kecenderungan pada manusia untuk mengonsepsikan perubahan status sebagai suatu model perjalanan dari satu kota atau negeri kekota atau kenegeri yang lain, sebagaimana dikatakannya suatu teritorial passage.
Perjalanan teritorial meliputi tiga aspek yaitu pemisahan dari tempat asal, peralihan dan penggabungan ke dalam tujuan. Seperti halnya oposisi antara tangan kanan dan tangan kiri bisa berlaku lebih umum, oposisi moral. Dengan demikian perjalanan teritorial dapat berlaku bagi setiap perubahan status dalam masyarakat. Ritual kelahiran, memasuki masa dewasa, kematian, semuanya memiliki struktur yang sama. Sebagaimana ditekankan van Gennep ia ingin mengangkat ekstraksi berbagai ritus dari seperangkat upacara seremoni dan menanggapi ritus-ritus tersebut terisolasi dan mengangkatnya dari konteks yang memberi makna kepadanya dan menunjukkan posisinya dalam keseluruhan dinamika.
Masyarakat Aceh banyak mengenal berbagai macam upacara, setiap upacara identik dengan acara makan-makan yang seringkali berlangsung setelah acara seremonialnya atau dinamakan dengan kanduri. Sekarang ini upacara yang tetap berlangsung dalam masyarakat Aceh di antaranya adalah : upacara turun ke sawah, upacara tolak bala, upacara perkawinan, upacara kehamilan anak pertama, upacara kematian dan lain-lain.
Upacara-upacara tersebut masih dipertahankan karena dibutuhkan oleh masyarakat, untuk memenuhi tuntutan adat. Menurut masyarakat Aceh, adat harus dijalankan dan dipenuhi, selain itu kita harus mematuhinya juga. Seperti pepatah Aceh menyebutkan bahwa : Matee aneuk meupat jeurat, matee adat pat tamita.
Pepatah ini mengibaratkan bahwa adat dengan anak itu diposisi yang sama-sama penting, apabila anak yang meninggal itu masih ada bekasnya yaitu kuburan sedangkan apabila adat yang hilang kita tidak tahu ke mana mesti kita mencarinya. Ungkapan tersebut juga merupakan wujud kesadaran masyarakat tentang pentingnya adat-istiadat, yang telah memberikan sumbangan yang tidak ternilai harganya terhadap kelangsungan kehidupan sosial budaya masyarakat di Aceh. Bahkan bagi kalangan masyarakat Aceh, adat telah mendapat tempat yang istimewa dalam perilaku sosial dan keagamaannya. Begitulah makna adat yang dipahami oleh masyarakat Aceh sejak zaman kerajaan hingga sampai sekarang ini, apabila pada satu moment kita tidak menjalankan adat atau berupa upacara yang telah ditentukan maka yang bersangkutan merasa sedih dan dirinya merasa sangat terhina karena tidak dihormati secara adat yang berkembang dalam masyarakat Aceh. Salah satu contoh adalah upacara sebelum dan sesudah kelahiran bayi, banyak sekali rangkaian upacara-upacara adat yang akan dilaksanakan. Semua itu erat kaitannya dengan adat istiadat Aceh dan juga tidak bertentangan dengan kaedah-kaedah yang dianjurkan dalam ajaran Islam.

Adat Aceh Apabila Istri Dalam Keadaan Hamil
Seorang isteri pada saat hamil anak pertama, maka sudah menjadi adat bagi mertua atau maktuan dari pihak suami mempersiapkan untuk membawa atau mengantarkan nasi hamil kepada menantunya. Acara bawa nasi ini disebut ba bu atau mee bu.
Upacara ini dilaksanakan dalam rangka menyambut sang cucu yang dilampiaskan dengan rasa suka cita sehingga terwujud upacara yang sesuai dengan kemampuan maktuan. Nasi yang diantar biasanya dibungkus dengan daun pisang muda berbentuk pyramid, ada juga sebahagian masyarakat mempergunakan daun pisang tua. Terlebih dahulu daun tersebut dilayur pada api yang merata ke semua penjuru daun, karena kalau apinya tidak merata maka daun tidak kena layur semuanya.
Sehingga ada mitos dalam masyarakat Aceh kelak apabila anak telah lahir maka akan terdapat tompel pada bahagian badannya. Di samping nasi juga terdapat lauk pauk daging dan buah-buahan sebagai kawan nasi. Barang-barang ini dimasukkan ke dalam idang atau kateng (wadah). Idang ini diantar kepada pihak menantu perempuan oleh pihak kawom atau kerabat dan jiran (orang yang berdekatan tempat tinggal).
Upacara ba bu atau Meunieum berlangsung dua kali. Ba bu pertama disertai boh kayee (buah-buahan), kira-kira usia kehamilan pada bulan keempat sampai bulan kelima. Acara yang kedua berlangsung dari bulan ketujuh sampai dengan bulan kedelapan. Ada juga di kalangan masyarakat acara ba bu hanya dilakukan satu kali saja. Semua itu tergantung kepada kemampuan bagi yang melaksanakannya, ada yang mengantar satu idang kecil saja dan adapula yang mengantar sampai lima atau enam idang besar. Nasi yang diantar oleh mertua ini dimakan bersama-sama dalam suasana kekeluargaan. Ini dimaksudkan bahwa perempuan yang lagi hamil adalah orang sakit, sehingga dibuat jamuan makan yang istimewa, menurut adat orang Aceh perempuan yang lagi hamil harus diberikan makanan yang enak-enak dan bermanfaat.
Dalam ilmu kesehatanpun memang dianjurkan untuk kebutuhan gizi cabang bayi yang dikandungnya, namun apabila itu tidak dituruti maka berakibat buruk pada anak yang dikandungnya kalau istilah bahasa Aceh roe ie babah (ngences). Masyarakat Aceh upacara bawa nasi suatu kewajiban adat yang harus dilakukan, sampai saat sekarang masih berlangsung dalam masyarakat. Lain halnya pada Masyarakat suku Aneuk Jamee Kabupaten Aceh Selatan terdapat adat bi bu bidan (memberi nasi untuk ibu bidan) maksudnya seorang anak yang baru kawin dan hamilnya sudah 6 bulan sampai 7 bulan maka untuk anak tersebut sudah dicarikan ibu bidan untuk membantu proses kelahirannya. Pada upacara kenduri dimaksud kebiasaan masyarakat, ibu bidan akan dijemput oleh utusan keluarga ke rumah bidan lalu dibawa kerumah yang melakukan hajatan. Acara serah terima, melewati beberapa persyaratan antara lain :
1. Pihak keluarga yang melakukan hajatan mendatangi ibu bidan dengan membawa tempat sirih (bate ranub) sebagai penghormatan kepada ibu bidan dan sebagai tanda meulakee (permohonan).
2. Setelah ibu bidan hadir di rumah hajatan, maka keluarga yang melakukan permohonan tersebut dengan acara adat menyerahkan anaknya yang hamil tersebut agar diterima oleh bidan sebagai pasiennya.
3. Sebagai ikatan bagi bidan pihak keluarga menyerahkan seperangkap makanan yang sudah dimasak, untuk dibawa pulang ke rumah bidan, lengkap dengan lauk pauknya sesuai dengan kemampuan keluarga yang melakukan hajatan disertai juga dengan menyerahkan selembar kain dan uang sekedarnya.
Acara puncak bi bu bidan adalah kenduri dengan didahului pembacaan tahlil dan doa, acara tersebut biasanya dilakukan pada jam makan siang dan ada juga pada malam hari setelah shalat Isya. Setelah upacara selesai maka ibu bidan diantar kembali ke rumahnya, mulai saat itu anaknya yang hamil telah menjadi tanggungjawabnya ibu bidan.
Pada saat bayi telah lahir disambut dengan azan bagi anak laki-laki dan qamat bagi anak perempuan. Teman bayi yang disebut adoi (ari-ari) dimasukkan ke dalam sebuah periuk yang bersih dengan disertai aneka bunga dan harum-haruman untuk ditanam di sekitar rumah baik di halaman, di samping maupun di belakang. Selama satu minggu tempat yang ditanam ari-ari tersebut dibuat api unggun, hal ini untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti : Adanya orang ilmu hitam yang memanfaatkan benda tersebut, tangisan bayi diwaktu malam dan dari serangan binatang pemangsa seperti anjing. Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir, diadakan upacara cukuran rambut dan peucicap, kadang-kadang bersamaan dengan pemberian nama. Acara peucicap dilakukan dengan mengoles manisan pada bibir bayi disertai dengan ucapan :
” Bismillahirahmanirrahim, manislah lidahmu, panjanglah umurmu, mudah rezekimu, taat dan beriman serta terpandang dalam kawom”.
Pada saat inilah bayi telah diperkenalkan bermacam rasa di antaranya asam, manis, asin. Ini merupakan latihan bagi bayi untuk mengenal rasa, bisa dia bedakan antara satu rasa dengan rasa yang lainnya. Sebelumnya, bayi hanya mengenal ASI eklusif yang dia dapatkan dari ibunya.
Pada zaman dahulu upacara turun tanah dilakukan setelah bayi berumur satu sampai dua tahun, bagi kelahiran anak yang pertama upacaranya lebih besar. Namun untuk saat sekarang ini masyarakat tidak mengikutinya lagi, apalagi bagi ibu-ibu yang beraktifitas di luar rumah seperti pegawai negeri, pegawai perusahaan, dan karyawati di instansi tertentu. Ke luar rumah sampai satu tahun dan dua tahun itu dianggap tidak efisien dan tidak praktis lagi. Bagi ibu-ibu pada zaman dahulu, selama jangka waktu satu atau dua tahun tersebut mereka menyediakan persiapan-persiapan kebutuhan upacara.
Pada saat upacara tersebut, bayi digendong oleh seorang yang terpandang, baik perangai dan budi pekertinya. Orang yang mengendong tersebut memakai pakaian yang bagus maka sewaktu bayi diturunkan dari rumah, bayi dipayungi dengan sehelai kain yang dipegang pada setiap sudut kain oleh empat orang. Di atas kain tersebut dibelah kelapa, dengan makksud agar bayi tidak takut mendengar bunyi petir. Belahan kelapa dilempar kepada sanak famili dan wali karongnya. Salah seorang keluarga bergegas-gegas menyapu tanah dan yang lainnya menampi beras, ini dilakukan apabila bayinya perempuan. Namun apabila bayinya laki-laki, maka yang harus dikerjakan adalah mencangkul tanah, mencincang batang pisang atau tebu, memotong rumput, naik atas pohon seperti : pinang, kelapa, mangga, dll. Pekerjaan ini dimaksudkan agar anak perempuan menjadi rajin dan bagi laki-laki menjadi ksatria. Setelah semua selesai, selanjutnya bayi ditaktehkan (diajak berjalan) di atas tanah dan akhirnya dibawa keliling rumah sampai bayi dibawa pulang kembali dengan mengucapkan assalamualaikum waktu masuk ke dalam rumah.

Analisis Perubahan dan Pergeseran dalam konteks Kekinian
Untuk saat sekarang ini upacara menyambut kelahiran anak pertama, telah terjadi perubahan. Perubahan adat yang terjadi hanya sedikit saja namun tidak pernah bergeser dari makna yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Aceh. Di sini penulis dapat mengutarakan bahwa inti rangkaian upacara ini adalah symbol dari suka cita. Ini dilatarbelakangi oleh rasa bahagia yang ada pada pasangan suami isteri yang baru berumah tangga, begitu juga bagi kedua orang tua mereka yang sudah menanti-nanti kehadiran cucunya. Salah satu pergeseran budaya dari upacara ini, misalnya sekarang ini bawa nasi ada sebahagian masyarakat mengantikan dengan bawaan mentah yaitu uang.
Hal yang demikian sudah sering kita dengar dari masyarakat Aceh, ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya karena mertuanya jauh, tidak ada yang masak. Ini mereka anggap menyulitkan dan juga merepotkan., jadi mereka mengambil jalan yang praktisnya yaitu mengasihkan uang senilai hantaran nasi yang mau dibawa. Terlebih dahulu ini telah menjadi kesepakatan antara orang tua kedua belah pihak, baik pihak isteri maupun suami, sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Namun peraturan ini tidak berlaku bagi sama-sama besan yang berdekatan, bagi mereka diharuskan untuk menjalankan adat tersebut. Waktu pelaksanaan bawa nasipun, sekarang telah banyak berubah, masyarakat Aceh zaman dahulu melakukan sampai dua kali, namun sekarang ini telah dipraktiskan dengan sekali hantaran saja. Perubahan ini, masyarakat menganggap biasa dan lebih praktis baik dari segi waktu dan kerja.
Namun diharapkan upacara ini janganlah sampai hilang, karena upacara ini telah menjadi bahagian dari adat Aceh yang harus kita lestarikan. Dari upacara ini terwakili beberapa nilai ketauladanan, di antaranya nilai penghormatan dan nilai kebersamaan dalam menyambut kebahagian. Kebahagian yang ada tidak hanya dinikmati terbatas pada keluarga itu saja, akan tetapi dirasakan juga oleh tetangga maupun saudara sekampung yang menghadiri undangan dalam acara makan tersebut.
Ketika bayi sudah lahir kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada zaman dulu banyak yang sudah ditinggalkan. Mereka telah mengikuti anjuran-anjuran dari bidan rumah sakit tempat mereka melakukan persalinan, misalnya bayi yang baru lahir tidak boleh diberikan makanan. Kebiasaan dulu bayi yang baru lahir langsung diberikan pisang, kalau di Aceh biasanya pisang wak (pisang monyet) kebiasaan-kebiasaan ini telah berubah.
Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk melahirkan pada bidan rumah sakit, tidak lagi pada bidan kampung. Pergeseran budaya ini telah ada, namun bidan-bidan kampung tetap difungsikan untuk mengurus bayi dan ibunya. Walaupun bidan kampung, sebahagian di antara mereka telah mendapatkan pelatihan dari bidan rumah sakit, sehingga dia dalam mengurus bayi dan ibunya tidak menyimpang dari anjuran rumah sakit.
Upacara turun tanah, disimbolkan pada kesucian ibu bayi yang baru saja melewati masa persalinan. Dalam prosesi upacara ini juga melibatkan bayi yang baru lahir, di mana pada saat upacara berlangsung bayi dibawa ke luar rumah. Ibu yang baru melahirkan dianggap tidak suci lalu tidak dibolehkan untuk ke luar rumah, disebabkan karena dia dalam keadaan masa nifas, haids dan wiladah.
Pada saat turun tanah di sinilah puncaknya bahwa dia telah suci terbebas dari darah kotor sehingga dia telah boleh ke luar rumah. Begitu juga dengan bayinya, sebetulnya bayi yang belum berumur satu bulan masih dianggap rentan dengan penyakit sehingga bayi tidak dibolehkan untuk ke luar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa apa dia sakit dan sebab lainnya yang sangat mendesak.
Namun, pada saat upacara turun tanah pertama sekali bayi mengenal dunia luar. Di sinilah bayi diajarkan dengan dunia luar, di mana kita itu harus giat bekerja dan jangan malas-malasan, karena kalau sifatnya malas akan berakibat buruk bagi kehidupannya kelak. Rangkaian dari upacara ini adalah proses pembelajaran sehingga dapat kita ambil iktibar dalam kehidupan kita sehari-hari, adat istiadat yang terdapat dalam suatu upacara harusnya tetap dilestarikan karena adat merupakan salah satu cerminan dari budaya bangsa.

Penutup
Adat menyambut kelahiran anak adalah kebiasaan masyarakat Aceh dengan mengadakan upacara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam ajaran Islam. Ketentuan tersebut telah menjadi kepercayaan dan tradisi orang-orang tua yang dilakukan pada masa dahulu.
Serangkaian upacara tersebut seperti ba bu (bawa nasi ), cuko oek (cukur rambut), peucicap (memberi rasa makanan), akikah dan turun tanah dinilai penting dan bermakna dalam kehidupan, sehingga perlu untuk dijalankan sesuai dengan ketentuan adat yang telah ditetapkan. Di zaman serba modern sekalipun, kegiatan ritual ini akan menjadi aset wisata budaya. Zaman boleh saja modern, namun adat dan budaya jangan sampai hilang, jadi kita berusaha bagaimana adat dan budaya tersebut tetap tampil disesuaikan dengan perkembangan zaman.



#sumber referensi

Dampak Positif Dan Negatif Dari Media Sosial


Situs Jejaring Sosial merupakan sebuah web berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Hubungan antara perangkat mobile dan halaman web internet melalui "jaringan sosial" telah menjadi standar dalam komunikasi digital. Awal mula situs jejaring sosial ini muncul pada tahun 1997 dengan beberapa situs yang lahir berbasiskan kepercayaan setelah itu kejayaan situs jejaring sosial mulai diminati mulai dari tahun 2000-an serta 2004 muncul situs pertemanan bernama Friendster lanjut ke tahun-tahun berikutnya tahun 2005 dan seterusnya muncul situs-situs seperti MySpaceFacebookTwitter dan lain-lain. Zaman semakin canggih karena teknologi yang selalu diperbaharui, segala sesuatu saat ini lebih mudah dilakukan. Selain dampak positif banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari jejaring sosial.
Saat ini perkembangan aplikasi media sosial seperti Facebook, Twitter, dll, mengalami perkembangan yang sangat pesat baik di kalangan remaja maupun anak-anak. Sebagai aplikasi media sosial hal ini tentu saja membawa banyak dampak baru dalam perkembangan remaja dan anak-anak, baik dampak negatif maupun positif. Dampak positif media sosial dalam perkembangan IT sebenarnya membawa banyak keuntungan, misalnya saja memudahkan dalam hal komunikasi, mencari dan mengakses informasi. Namun di selain itu hal ini juga membawa hal negatif bagi para anak-anak dan remaja yang salah dalam penggunaan fungsinya tersebut. Dalam hal ini kita sebagai pengguna media sosial harus lebih jeli dalam hal menggunakan fungsi dari media sosial tersebut.

Facebook, twitter dan situs jejaring sosial yang lainnya saat ini merupakan aplikasi teknologi yang sedang digemari kalangan remaja termasuk juga anak-anak. Dengan situs jejaring ini kita dapat memperluas pertemanan baik secara kekerabatan maupun dengan masyarakat luas, bukan hanya dalam ruang lingkup lingkungan tempat tinggal saja tetapi dari berbagai macam kalangan, lingkungan maupun status sosial. Hal tersebut menjadi suatu keharusan bagi remaja untuk memilikinya.


Dengan adanya hal tersebut situs jejaring sosial ini mengakibatkan dampak yang positif maupun negatif. Dampak positif dari jejaring sosial diantaranya sebagai sarana untuk mempromosikan iklan yang belakangan ini disebut dengan jual beli online, ada juga yang membuat grup atau komunitas untuk bertukar informasi dan juga memperluas pertemanan. Selain itu jejaring sosial juga dapat mempertemukan tali persaudaraan yang sudah lama tidak bertemu atau sempat putus.

Dampak negatif jejaring sosial bagi remaja dan anak-anak adalah dengan situs jejaring sosial yang mereka akan merasa kecanduan dan tidak mengenal waktu karena mereka harus update terhadap situs jejaring sosial yang mereka miliki. Belakangan ini marak kasus penculikan terhadap gadis remaja setelah berkenalan lewat jejaring sosial, ada pula yang melarikan diri atau kabur dari rumah setelah berkomunikasi dengan teman jejaring sosialnya. Dampak negatif situs jejaring sosial juga nampak dalam perubahan sikap yang ditunjukan setelah remaja tersebut kecanduan jejaring sosial diantaranya mereka menjadi malas karena terlalu asyik dengan jejaring sosial mereka, mereka juga lupa akan kewajiban mereka sebagai pelajar. Selain itu mereka juga akan bersikap egois, tidak peduli dengan lingkungan sekitar karena waktu yang mereka miliki dihabiskan untuk internet. 


Dengan berkembangnya dunia teknologi, saat ini banyak situs-situs jejaring sosial yang menyedot perhatian banyak massa. Sebut saja Facebook dan Twitter yang belakangan ini sangat digandrungi anak kecil, remaja maupun dewasa. Sudah dapat dipastikan situs jejaring sosial ini memiliki dampak positif dan negatif bagi penggunanya itu sendiri. Pemanfaatan internet akhir – akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Media internet tidak lagi hanya sekedar menjadi media berkomunikasi semata, tetapi juga sebagai bagian tak terpisahkan dari dunia bisnis, industry, pendidikan dan pergaulan social. Khusus mengenai jejaring social atau pertemanan melalui dunia internet, atau lebih dikenal dengan social network pertumbuhannya sangat mencengangkan.

Dunia telah berubah dan akan terus berubah, jarak antar daerah bahkan antar Negara telah semakin dekat. Beberapa puluh tahun lalu kita sempat takjub dengan televisi yang bisa membagi informasi gambar bergerak ke seluruh pelosok negeri. Kini zaman telah berubah setiap orang bisa berbagi gambar bergerak kepada yang lainya, setiap orang bisa berbicara dan saling melihat lawan bicaranya secara langsung dimanapun ia berada.

Teknologi informasi yang berbasis internet telah berkembang pesat di indnesia, produk berbasis internet yang paling di gemari saat ini adalah situs jejaring social berupa facebook dan twitter. Dengan layanan situs jejaring sosial ini kita dapat berkomunikasi dengan teman-teman baru maupun lama dari belahan dunia manapun.

Arus perkembangan teknologi ini bagaimana pun tak akan bisa kita bendung, sebagian besar anak dan remaja saat ini telah familiar dengan berbagai situs jejaring sosial tersebut, tidak saja anak dan remaja kota, bahkan anak-anak di pedesaan pun kini telah berangsur-angsur mulai menggunakan jejaring sosial tersebut.

Berkembang pesatnya situs jejaring sosial tersebut tentu saja punya dampak positif dan juga negatif, oleh karena itu pentig untuk di buat suatu sistem pengawasan dan bimbingan bagi mereka agar dampak negatif nya dapat di hindari dan dampak positif nya semakin di rasakan.

Tugas mengawasi dan membimbing itu tentu saja bukan tugas guru di sekolah semata, orang tualah yang seharusnya berperan dalam pengawasan dan bimbingan bagi anak-anaknya. Untuk pedoman pengawasan tersebut tentu saja para orang tua dan para anak dan remaja itu sendiri mengetahui apa saja dampak positif dan negatif situs jejaring sosial tersebut. Untuk itu di bawah ini akan saya sebutkan beberapa dampak negatif dan positif pemanfaatan situs jejaring social tersebut.

A .Dampak positif jejaring soial
·         Anak dan remaja dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan social yang sangat di butuhkan di zaman digital seperti sekarang ini. Mereka akan belajar bagaimana cara beradaptasi,bersosialisai dengan public dan mengelola jaringan pertemanan. Memperluas jaringan pertemanan, anak dan remaja akan menjadi lebih mudah berteman dengan orang lain di seluruh dunia, meski sebagian besar diantaranya belum pernah mereka temui secara langsung.

·          Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengembangkan diri melalui teman-teman yang mereka jumpai secara online, karena di sini mereka berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain. Situs jejaring social membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati, misalnya memberi perhatian saat ada teman mereka yang ulang tahun, mengomentari foto, video dan status teman mereka, menjaga hubungan persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.

·         Internet sebagai media komunikasi : merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. Media pertukaran data : dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web : jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. Media untuk mencari informasi atau data : perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat.

·         Kemudahan memperoleh informasi : kemudahan untuk memperoleh informasi yang ada di internet banyak membantu manusia sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. Selain itu internet juga bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan : Dengan kemudahan ini, membuat kita tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan karena dapat di lakukan lewat internet.


B. Dampak Negatif jejaring sosial
·         Anak dan remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Jika anak terlalu banyak berkomunikasi di dunia maya, maka pengetahuan tentang seluk beluk berkomunikasi di kehidupan nyata, seperti bahas tubuh dan nada suara, menjadi berkurang.

·         Situs jejaring social akan membuat anak dan remaja lebih mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan sekitar mereka, karena kebanyakan menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi kurang berempati di dunia nyata.

·         Bagi anak dan remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di jejaring social. Hal ini akan membuat mereka semakin sulit membedakan anatara berkomunikasi di situs jejaring social dan dunia nyata. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keterampilan menulis mereka di sekolah dalam hal ejaan dan tata bahasa.

·          Situs jejaring social adalah lahan subur bagi predator untuk melakukan kejahatan. Kita tidak akan pernah tahu apakah seseorang yang baru di kenal anak kita di internet, menggunakan jati diri yang sesungguhnya.

·         Pornografi : Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home page yang dapat di akses. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

·         Penipuan : Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.

·         Carding : Karena sifatnya yang real time (langsung), cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah cara yang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka.

·         Perjudian : Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.

Dampaknya terhadap sosial dan budaya :
Akibat kemajuan Teknologi bisa kita lihat :

1. Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri , dan berbagai jabatan penting lainnya.

2. Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.

3. Tekanan, kompetisi yang tajam di berbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin , tekun dan pekerja keras
Meskipun demikian,

Kemajuan Teknologi akan berpengaruh Negatif 
Pada Aspek Budaya:

1. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”.

2. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibatnya bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.

3. Pola interaksi antar manusia yang berubah kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet (WARNET) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer.  Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.


Dampak Negatif Internet
Dilihat dari segi hukum :


1. Cybercrime Adalah kejahatan yang di lakukan seseorang dengan sarana internet di dunia maya yang bersifat.
• Melintasi batas Negara
• Perbuatan dilakukan secara illegal
• Kerugian sangat besar
• Sulit pembuktian secara hukum

Bentuk-bentuk cybercrime sebagai berikut :
·   Hacking – Usaha memasuki sebuah jaringan dengan maksud mengeksplorasi atupun mencari kelemahan system jaringan.
·   Cracking – Usaha memasuki secara illegal sebuah jaringan dengan maksud mencuri, mengubah atau menghancurkan file yang di simpan padap jaringan tersebut.

2. Pornografi
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela.Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen ‘browser’ melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di-akses. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

3. Violence And Gore
Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat ‘menjual’ situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu.


4. Penipuan
Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut. Sehingga pembuktian secara hukum agak sulit di tindak, karena para pelaku kejahatan dalam internet bisa berada dimana saja.

Para pelajar yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh. Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah, namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir pelajar yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap pelajar untuk mencari atau mendapatkan informasi.

Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap pelajar untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominan yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai.

Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negatif justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut. 



#sumber referensi
http://dampakpositifdannegatifsitus.blogspot.com/

http://wahyufianlag.blogspot.com/2013/06/dampak-positif-dan-negatif-dari.html